OJK Hapus Pungutan di Sektor Kripto pada 2025, Begini Tanggapan Asosiasi
OJK Bebaskan Pungutan Industri Kripto pada 2025, Aspakrindo: Langkah Positif
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, termasuk aset digital dan kripto, telah memperoleh persetujuan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyesuaikan tarif pungutan di industri kripto. Kebijakan ini akan mulai berlaku tahun ini dan berlanjut selama beberapa tahun ke depan. Khusus untuk tahun 2025, OJK menetapkan tarif pungutan sebesar 0%, atau tidak dikenakan pungutan sama sekali.
Menanggapi kebijakan ini, Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) sekaligus Chief Compliance Officer (CCO) Reku, Robby Bun, menyambutnya dengan antusias. Ia menyatakan bahwa keputusan tersebut sudah dirilis secara resmi dan menyebutkan bahwa pungutan untuk tahun ini memang ditetapkan 0%.
Berdasarkan regulasi yang berlaku, tarif pungutan normal terhadap pelaku industri kripto adalah sebesar 0,045% dari pendapatan usaha, dengan batas minimum Rp10 juta per tahun.
“Pungutan ini dibayarkan empat kali dalam setahun. Nantinya, mulai 2026 hingga 2028, pungutan diberlakukan sebesar 50% dari tarif normal, dan akan kembali ke tarif penuh pada 2029,” jelas Robby kepada BeinCrypto.
Robby juga menambahkan bahwa aturan ini berlaku untuk semua entitas yang berada di bawah pengawasan OJK, termasuk koperasi, lembaga pembiayaan, dan pelaku pasar modal. Hanya saja, besarannya bisa bervariasi tergantung sektor.
Dana Pungutan Tahun Ini Akan Diperhitungkan untuk Masa Depan
Lebih lanjut, Robby mengungkapkan bahwa pungutan yang telah dibayarkan pada tahun berjalan tidak akan hilang, melainkan akan diperhitungkan atau dialokasikan untuk periode pungutan berikutnya.
Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk dukungan dari OJK terhadap perkembangan industri aset digital. OJK menyadari bahwa industri ini masih dalam tahap awal pertumbuhan dan operasional, sehingga dibutuhkan ruang untuk berkembang.
Namun, meski mendapat keringanan pungutan, pelaku industri kripto di Indonesia tetap menghadapi beban pajak. Per awal tahun ini, pemerintah menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%, yang memaksa banyak crypto exchange untuk menyesuaikan tarif mereka.
Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, sebelumnya mengatakan bahwa peningkatan PPN akan memperbesar beban pajak pada transaksi kripto. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah juga perlu menyusun kebijakan yang lebih bijaksana, termasuk dalam hal perlindungan dan keamanan transaksi kripto.
Posting Komentar untuk "OJK Hapus Pungutan di Sektor Kripto pada 2025, Begini Tanggapan Asosiasi"