Dampak UU GENIUS: Mampukah Stablecoin Ritel Menyaingi Sistem Perbankan Konvensional?
GENIUS Act: Awal Era Baru Stablecoin Ritel dan Potensi Gangguannya terhadap Sistem Perbankan Tradisional
Ketegangan yang telah lama ditunggu antara sektor kripto dan industri perbankan kini mulai terasa nyata dengan diberlakukannya GENIUS Act. Undang-undang ini langsung berdampak—hanya dalam dua minggu, raksasa seperti Amazon dan Walmart mulai menjajaki penerbitan stablecoin mereka sendiri.
CEO Kronos Research, Hank Huang, menilai bahwa jika tren ini terus tumbuh, bank harus bergerak cepat beradaptasi, terutama karena arus dana mulai berpindah dari rekening deposito ke stablecoin. Meski begitu, konsumen tetap harus sadar bahwa stablecoin tidak menawarkan jaminan perlindungan seperti bank.
GENIUS Act dan Integrasi Stablecoin dalam Ekonomi AS
GENIUS Act menjadi titik balik penting bagi legalitas dan pemanfaatan stablecoin di Amerika Serikat. Undang-undang ini menetapkan bahwa hanya institusi terdaftar seperti bank dan serikat kredit, atau entitas non-bank tertentu yang disetujui, yang diizinkan menerbitkan stablecoin berbasis aset riil. Stablecoin algoritmik atau tidak didukung dilarang demi menjaga stabilitas dan kepercayaan publik.
Aturan baru ini langsung menarik perhatian korporasi besar. Amazon dan Walmart dikabarkan sedang menimbang opsi untuk meluncurkan stablecoin internal mereka, yang secara strategis masuk akal.
Mengapa Raksasa Ritel Tertarik Menerbitkan Stablecoin?
Dengan volume transaksi miliaran dolar setiap hari, ritel besar seperti Amazon dan Walmart membayar biaya besar kepada jaringan pembayaran seperti Visa dan Mastercard (sekitar 2–3% per transaksi). Dengan menciptakan stablecoin sendiri, mereka bisa menghindari biaya tersebut sekaligus mempercepat proses penyelesaian transaksi melalui blockchain.
Stablecoin juga memungkinkan efisiensi pembayaran internasional dan bisa diintegrasikan dalam sistem loyalitas atau reward pelanggan, membuka peluang bisnis baru seperti layanan keuangan internal.
“Keuntungan praktis dan hemat biaya dari stablecoin akan membuat konsumen beralih. Mereka akan memilih aset yang bisa digunakan aktif daripada sekadar menyimpan dana di rekening,” ujar Huang.
Potensi Ancaman terhadap Perbankan Konvensional
Jika stablecoin milik Amazon atau Walmart digunakan secara luas, masyarakat mungkin mulai menyimpan uang mereka dalam bentuk token ritel, bukan di bank. Hal ini bisa menggerus dana deposito yang selama ini menjadi andalan bank untuk menyalurkan kredit dan mempertahankan likuiditas.
“Masyarakat akan berpindah dari sistem keuangan tradisional ke blockchain demi kenyamanan dan fleksibilitas. Stablecoin korporat akan menarik dana keluar dari bank menuju ekosistem Web3,” tambah Huang.
Pada dasarnya, GENIUS Act menciptakan level playing field baru, dengan standar yang ketat untuk cadangan dan regulasi. Bank tetap unggul karena berada dalam kerangka hukum yang sudah mapan, sementara penerbit non-bank harus menghadapi tantangan regulasi lebih ketat.
Strategi Bank Hadapi Tantangan Stablecoin
Sebenarnya, bank sudah mulai merasakan pergeseran deposito selama beberapa tahun terakhir. Kehadiran stablecoin hanya akan mempercepatnya. Kini, lembaga keuangan tradisional berlomba memperkuat transformasi digital mereka.
Laporan dari Cornerstone Advisors mencatat bahwa dari 2021 hingga 2024, pengeluaran fintech dari generasi Gen Z hingga Baby Boomers meningkat drastis—naik 86% menjadi hampir US$25 miliar. Ini menunjukkan konsumen sudah bergerak menuju layanan keuangan yang lebih cepat, lebih cerdas, dan berbasis digital.
Kesimpulan:
Dengan GENIUS Act sebagai landasan hukum baru, stablecoin ritel punya peluang besar untuk merevolusi sistem pembayaran, bahkan berpotensi menggeser dominasi bank. Namun, ini juga membuka tantangan besar, baik bagi bank untuk tetap relevan, maupun bagi penerbit stablecoin dalam menjaga stabilitas, privasi, dan kepercayaan publik.
Bank Tradisional Bersiap Hadapi Serbuan Stablecoin Ritel: JPMorgan Tunjukkan Strategi Proaktif
Beberapa bank besar telah mengambil langkah konkret dalam menghadapi potensi dominasi stablecoin ritel. JPMorgan Chase, misalnya, telah lama mempersiapkan diri untuk pergeseran ini.
“Bank seperti JPMorgan tak hanya mempertahankan deposito, tetapi juga memanfaatkan kepercayaan yang sudah terbangun untuk menciptakan dolar digital yang aman dan efisien, membuka sumber pendapatan baru sekaligus memperkuat relasi dengan nasabah,” jelas Hank Huang dari Kronos Research.
Langkah awal dimulai lewat peluncuran JPM Coin pada 2019, yang difokuskan pada transaksi antarbank. Kini, seiring diberlakukannya GENIUS Act, JPMorgan mengumumkan produk barunya: JPMorgan Deposit Token (JPMD)—token digital berbunga yang sepenuhnya diasuransikan, dan akan diuji coba di blockchain publik Base milik Coinbase.
Hal ini menjadi langkah strategis karena GENIUS Act melarang stablecoin non-bank memberikan bunga. Sebaliknya, JPMD sah menurut regulasi dan menjadi opsi menarik untuk settlement on-chain dan transaksi B2B lintas negara.
Keunggulan Bank: Infrastruktur & Asuransi FDIC
Dengan dukungan infrastruktur kuat dan proteksi regulasi, bank memiliki fondasi yang kokoh untuk bersaing. Huang menyebut bahwa bank tradisional kini harus mampu menggabungkan warisan keuangan konvensional dengan inovasi digital, salah satunya dengan mengembangkan token deposito berbasis blockchain.
Salah satu keunggulan utama bank adalah perlindungan dari Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), yang menjamin simpanan hingga US$250.000 per nasabah. Jaminan ini membuat bank lebih dipercaya, terutama dalam kondisi krisis.
Sementara penerbit stablecoin non-bank tidak memiliki proteksi setara. Meskipun diwajibkan memegang cadangan aset dan tunduk pada audit, dalam situasi ekstrem seperti penarikan besar-besaran, stabilitas nilai stablecoin tetap berisiko, tergantung pada kekuatan finansial penerbit.
“Tanpa jaminan deposito, konsumen terpapar risiko keamanan dan likuiditas. Jika stablecoin gagal menjaga patokannya, pemulihan bisa sulit dan tidak ada perlindungan hukum yang kuat,” tambah Huang.
Menuju Sistem Keuangan Hibrida
Munculnya stablecoin dari raksasa ritel dan entitas non-bank menandai titik balik dalam sektor keuangan global. Meski memicu persaingan ketat dengan bank, kenyataannya kedua belah pihak punya kekuatan masing-masing—bank dengan kepercayaan dan regulasi, stablecoin dengan efisiensi dan inovasi.
Pada akhirnya, masa depan keuangan kemungkinan besar akan berbentuk sistem hibrida—di mana bank dan stablecoin beroperasi berdampingan. Pemenang dalam lanskap ini adalah pihak yang mampu memadukan teknologi mutakhir dengan kepercayaan, keamanan, dan kepatuhan regulasi.
Posting Komentar untuk "Dampak UU GENIUS: Mampukah Stablecoin Ritel Menyaingi Sistem Perbankan Konvensional?"