Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Investor Ripple (XRP) Rugi Rp230 Triliun, SEC Bisa-bisa Dituntut

 

John Deaton, seorang pengacara pro-Ripple, baru-baru ini mengutarakan niatnya untuk menuntut Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) terkait kerugian besar yang dialami investor ritel XRP, diperkirakan mencapai US$15 miliar atau sekitar Rp230 triliun. Dalam wawancaranya pada acara *Good Morning Crypto Show* (16 September 2024), Deaton menyatakan bahwa kebijakan SEC yang dianggap berlebihan telah menyebabkan penurunan nilai XRP secara signifikan, sehingga banyak pemegang token mengalami kerugian finansial. Deaton mewakili sekitar 75.000 investor ritel yang menuntut kompensasi yang layak atas kerugian ini.


Selain kerugian bagi investor ritel, Ripple sendiri harus menanggung beban finansial yang besar, dengan biaya hukum lebih dari US$100 juta selama menghadapi gugatan SEC. Deaton mengkritik SEC karena tidak memberikan regulasi yang jelas terkait status aset kripto seperti XRP. Ia juga menyesalkan bahwa hingga saat ini, SEC belum secara resmi meminta maaf atau mengklarifikasi posisinya terkait penggolongan XRP sebagai sekuritas, yang menurut Deaton sangat merugikan perusahaan-perusahaan kripto.


Konflik hukum antara Ripple dan SEC telah berlangsung sejak Desember 2020, ketika SEC menuduh bahwa XRP merupakan sekuritas yang tidak terdaftar. Namun, pada Juli 2023, Hakim Analisa Torres memutuskan bahwa XRP bukanlah sekuritas kecuali ketika dijual kepada investor institusional. Putusan ini dianggap sebagai kemenangan besar bagi Ripple, dengan perusahaan hanya diminta membayar denda sebesar US$125 juta, jauh lebih kecil dari tuntutan awal SEC yang mencapai US$2 miliar.


Deaton dan timnya menunggu hasil penyelidikan Inspektur Jenderal AS, yang berpotensi membuka jalan bagi langkah hukum lebih lanjut atas nama pemegang token XRP. Konflik ini telah menyoroti ketidakpastian regulasi kripto di AS dan dampaknya terhadap perusahaan serta investor ritel.

Posting Komentar untuk "Investor Ripple (XRP) Rugi Rp230 Triliun, SEC Bisa-bisa Dituntut"